Admin LiSHAM, Oktober 2010
Informasi yang simpang siur terkait dengan keadaan Mbah Maridjan akhirnya terjawab. Juru kunci gunung Merapi Mbah Maridjan dikabarkan meninggal karena tidak mau turun gunung untuk ikut mengungsi ketika Merapi meletus Selasa sore (26/10).
Mbah Maridjan yang pernah menjadi Rais Ranting NU Kinahrejo selanjutnya diangkat menjadi wakil rais di MWC NU Cangkringan. Ia merupakan figur setia yang selalu mendampingi Merapi, apapun kondisinya. Namanya mulai dikenal luas saat Merapi meletus pada tahun 2006 lalu.
Mbah Maridjan yang dilahirkan pada tahun 1927, mulai menjabat sebagai wakil juru kunci pada tahun 1970 selanjutnya menerima jabatan secara resmi sebagai sejak tahun 1982. Sosok ini selalu menjadi rujukan bagi para pendaki Merapi untuk melakukan pendakian bahkan masyarakat setempat juga menunggu instruksinya untuk mengungsi jika Merapi akan meletus.
Berbeda dengan kesannya di publik yang ‘keras kepala’, ia merupakan orang yang humoris sehingga para tamunya langsung merasa akrab. Joke-joke segar keluar dari bibirnya dan membikin para tamu tertawa ngakak tanpa rasa sungkan.
Kini, Merapi telah kehilangan penunggu setianya. Mbah Maridjan menolak ikut mengungsi, apapun risikonya, 40 tahun ia mengabdikan dirinya tanpa pamrih. Sebuah tekad yang tak masuk akal, kecuali dilihat dari perspektif budaya Jawa.
Hangrungkepi momongane, melindungi dan setia sampai akhir kepada sesuatu yang dulu pernah diamanahkan oleh Sultan HB IX (almarhum) kepada mbah Maridjan. Ia bagaikan prajurit yang tak mau meninggalkan posnya, walaupun nyawa taruhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar